Makna Bahagia
Penulis: Khanif Irsyad F
Orang miskin mengatakan bahagia pada kekayaan. Orang sakit mengatakan bahagia pada kesehatan. Pendosa mengatakan bahagia itu ketika bertaubat. Semahal dan senikmat apapun rokok jika diberikan kepada mereka yang tidak merokok, tidaklah berharga barang itu. Ya tidak bahagia. Sekarang mengertilah saya, bahwa segala sesuatu di dalam alam ini baik dan buruknya bukanlah pada zat sesuatu itu, tetapi pada perspektif kita atasnya.
Saya bersama tim @psbb_indonesia wilayah Solo membagikan paket dalam program Gerakan Infaq Nutrisi. Kami memilih pondok pesantren AM Mubarok di Karanganyar yang santrinya kebanyakan 'mohon maaf' yatim piatu. Selain membagikan beberapa paket sembako, makanan, dan susu kami juga mengadakan rangkaian kegiatan untuk mengisi program kami tersebut. Ada dongeng dan sharing pengalaman. Untuk dongeng, kami mengajak komunitas dongeng doingproject dalam berkolaborasi. Perasaan antusias anak-anak terpampang pada raut muka mereka. Entah kenapa ketika melihat raut muka seperti itu, saya jadi ingat sewaktu masa kecil. Bisa bahagia tanpa sebab.
Setelah itu, kami mengadakan sharing pengalaman dengan menekankan pada pentingnya memiliki cita-cita. Ada yang bercita-cita sebagai dokter, polisi, tetapi ada juga yang ingin menjadi odading dan Ironman. Yah begitulah, ada-ada saja pikirannya. Ketika sudah memiliki gambaran cita-cita di masa yang akan datang, kami meminta mereka untuk menerbangkan daftar cita-cita yang ditulis. Menerbangkan kertas itu sebagai perwujudan bahwa cita-cita tidak boleh dipendam, tetapi harus diupayakan dan melibatkan peran pemilik 'langit' yaitu Allah.
Hingga tak terasa acara selesai begitu saja. Sederhana tapi penuh dengan makna. Ternyata bahagia itu dekat dengan kita, ia berada di dalam hati. Hati orang-orang yang bersyukur. Saya percaya Allah memberikan tanda-tanda, peringatan tidak hanya lewat diri sendiri, tetapi sering melalui orang lain. Mungkin kitanya saja yang tidak peka.
